Kakek orangnya tinggi besar, posturnya menurun pada ibuku.Ibuku juga bertubuh agak tinggi untuk ukuran seorang perempuan. Sedangkan nenek, bertubuh kecil, kuat dan berwajah cantik. Beliau penyabar dan pandai memasak, karena alasan itu juga nenek kemudian berbisnis warung nasi. Aku dekat dengan nenek juga, jadi aku selalu kebagian kasih sayang nenek dari makanannya yang lezat-lezat juga. Aku ingat nenek selalu memaksaku memakan sayur, supaya sehat katanya, tapi aku tak pernah menuruti nasehatnya, barulah ketika aku besar aku mulai menyukai sayuran.
Kakek agak pendiam, dan suaranya bariton, berjalan dengan pelan, sehingga kewibawaannya jelas terlihat. Sedangkan nenek sebaliknya karena tubuhnya kecil, bergerak lincah dan tak mau berhenti bekerja, suaranya ringan dan pelan, kecuali ketika marah, karena aku dan adikku kadangkala berlarian di dalam warungnya yang dipenuhi dengan stoples kaca.
kakek dan nenek tinggal di rumah induk, meski rumah tersebut memiliki beberapa kamar, anehnya kakek dan nenek lebih senang tinggal di loteng yang dibuat justru bukan di area rumah besar, tapi di bagian bangunan di bagian paling belakang yang terbuat dari kayu. Loteng itu dihubungkan dengan tangga besi yang anak tangganya jarang, jarak antara tempat tidurnya dan atap sangat rendah, sehingga sangat panas di siang hari tapi sangat dingin di malam hari. Dan kakek hanya menggunakannya untuk istirahat di malam hari.
Untuk mencapainya aku lebih senang menggunakan bagian tembok bangunan yang belum jadi, dengan meniti besi cor, merayap, lalu aku bisa masuk kedalamnya. Di dalamnya baju-baju digantung rapi, dan bagian lantai kayunya tidak dilapisi apapun kecuali tikar. Kami tak pernah tidur di sana kecuali sembunyi-sembunyi, karena kakek keberatan kami main disana. Dan ibuku adalah orang yang paling sibuk menjerit-jerit karena melihat kebiasaan kami memanjat loteng dan berlarian di atasnya.
Kembali ke cerita kakek dan nenek. Kakek berwajah kalem dan berkharisma, berambut putih dan bercampur hitam hampir merata, berkumis, garis wajahnya nampak jelas, tapi menambah gagah. Sedangkan nenek, meski berambut putih tak begitu nampak tua, kecuali dandanannya berkebaya batik yang menjadi ciri hampir sepanjang hidupnya.
Di rumah Biasanya kakek menggenakan kaus putih cansee dan celana komprang besar berwarna hitam, mungkin celana kakek semuanya hitam, karena aku tak pernah melihatnya memakai celana berwarna lain.
Kebiasaan yang paling unik dari kakek adalah, hampir setiap malam, menyapu halaman kerikilnya, supaya terlihat rapi seperti taman jepang tsuboniwa (taman halaman kecil) atau nakaniwa (halaman dalam), dengan batu kecil yang rata. Dan setelah semuanya beres, maka mulailah kakek duduk santai sambil merokok "sintren", rokok tradisional keluaran pabrik lokal, keras dan ber-asap tebal. Kalau kami mengganggunya, maka dikeluarkannya bulatan-bulatan asap dari sigaretnya dan kami diminta berebut merusaknya lalu kakek tertawa-tawa keras.My grandpa and grandma
by hans@acehdigest
Weird!, I can not remember their names. I did not close, it's just, I've left it too long, even when my grandfather and grandmother died, I attended the funeral. I remember last left them in 1979, up to now in 2011.
Big tall grandfather, his posture decreased in the mother. Mom I also was rather high for the size of a woman. While the grandmother, small-bodied, strong and beautiful face. She is patient and good cook, for that reason also my grandmother and rice stall business. I close with my grandmother as well, so I always miss loving grandmother of the food is delicious, tasty, too. I remember my grandmother always made me eat vegetables, healthy so she said, but I never followed his advice, then when I grew I started to like vegetables.
Grandfather was rather quiet, and baritone voice, walk slowly, so the apparent authority. Meanwhile, on the contrary because of his grandmother's small, nimble moves and do not want to stop working, her voice soft and slow, except when angry, because my brother and I sometime ran around in the stalls filled with glass jars.
grandfather and grandmother lived in the homestead, even though the house has several rooms, oddly grandparents prefer to stay in the attic that made it not a big house in the area, but in part at the very back of the building made of wood. Attic ladder is associated with rare iron stair, the distance between the bed and the roof is very low, so it is very hot during the day but very cold at night. And grandfather only use it to rest at night.
To achieve this I prefer to use the walls of the unfinished building, with a cast iron climbing, crawling, and then I could go into it. In it the clothes hung neatly, and the wood floors are not covered nothing but mat. We never sleep there but secretly, because we played there objection grandfather. And my mother was the most busy screaming for our viewing habits to climb the attic and running on it.
Back to the story of my grandfather and grandmother. Grandfather-faced calm and charismatic, white-haired and black mixed almost evenly, with a mustache, his face seems clear line, but adds proudly. While the grandmother, though not so visible white-haired elderly, but dressed in batik kebaya that characterize most of her life.
Usually home white jerseys cansee wear grandfather and great komprang black pants, pants grandfather probably all black, because I never saw him wear other colored pants. Habits of the most unique of the grandfather is, almost every night, sweeping the yard pebble, so that looks like a tidy Japanese garden, tsuboniwa (a small courtyard garden) or nakaniwa (in pages), with small flat stones. And after everything is OK, then sit back while my grandfather began smoking "Sintren", a traditional cigarette factory output locally, hard and had a thick smoke. If we are disturbed, then the issuance of the dots of smoke from his cigarette and then we were told to scramble ruin grandfather laughing aloud.