Ayahku seperti juga kakekku adalah orang pintar di kampung, menjadi tengku bagi anak-anak kampung untuk belajar mengaji.
Rumahnya adalah sebuah pesantren kecil, tempat anak-anak dari berbagai penjuru kampung belajar mengaji. Dimulai sebelum maghrib mereka berbondong-bondong memenuhi rumahnya sehingga hampir seluruh rumah itu dipenuhi setiap sudutnya dengan anak-anak yang belajar mengaji. Mereka semua membawa daun kelapa kering yang diikat jadi satu, awalnya aku tak tahu untuk apa, barulah ketika mereka pulang mengaji pada malam hari setelah Isya dan membakarnya untuk menerangi jalan pengganti senter barulah aku tahu gunanya.
Ditempat dan lingkungan seperti itulah ayahku lahir, sehingga kemudian ayahku mewarisi banyak kepandaian kakek, termasuk dalam soal mengaji dan menggambar. Karena kakek ternyata seorang kyai yang juga telaten dan piawai memperbaiki jam salah satu yang juga dibutuhkan dalam menggambar. Ayahku kemudian juga dikenal piawai menggambar vigyet, gambar minimalis dengan garis ringan untuk menggambar berbagai bentuk yang juga kukagumi keahliannya.
Dari kampung kecil itu ayahku merantau ke banyak tempat, bahkan menurut cerita ibuku, ketika di SD pun sudah mulai berprofesi sebagai guru dan ketika SMP sudah mengajar SD dan ketika SMA juga mengajar SMP begitu seterusnya berurutan, sampai beliau kemudian menyelesaikan kuliahnya di Jogja, dan menjadi salah seorang yang sukses dikampungnya dengan bersekolah tinggi. Aku ingat ibuku pernah cerita, kakek Gandrung Mangu, walaupun tinggal di kampung cita-cita dan harapannya tinggi untuk anak-anaknya agar bersekolah hingga setinggi mungkin.
Kampung itu berada tak jauh dari stasiun kereta api Gandrung Mangu. Jika kita turun di stasiun, kita harus jalan keluar dari peron, mengambil jalan sebelah kanan lurus sekitar 200 meter, lalu berbelok arah ke kiri dan berjalan lagi sekitar 50 meter dan sampailah di depan sebuah rumah dengan halaman luas hampir 1000 meter persegi dengan sebuah rumah tradisional di tengahnya. Rumah itu berhalaman luas dengan beberapa pohon karsen dipinggirnya dan berjendela dua buah disebelah kanan dan kirinya dengan jeruji dari kayu. Di bagian depannya ada teras yang dibuat dari tanah yang ditinggikan yang di tahan dengan anyaman bambu.Lantai rumah masih dibuat dari tanah tanpa pelapis apapun, sehingga terasa lembab ketika hujan namun tidak panas ketika kemarau. Sedangkan anak-anak yang mengaji belajar di atas “amben” atau balai-balai dari bambu yang tingginya kurang lebih setengah meter.
Rumah itu sejak aku kecil disana, sudah dipenuhi tanaman jeruk dan karsen yang selalu lebat dengan buahnya yang tak pernah berhenti ada juga beberapa pohon aneh berbuah warna merah berbuah agak asam manis yang aku lupa namanya, buahnya menggantung di dahan-dahan yang besar, tingginya menjulang sehingga hanya anak-anak yang sudah terbiasa dengan pohon tinggi yang bisa mengambilnya.
Kembali ke soal ayahku, aku pernah menemukan sebuah foto unik milik ayahku yang tengah bergaya ala elvis dan jhon Travolta atau mungkin the beatless, dengan kerah baju yang dinaikkan dan sisiran dengan jambul yang menjulang, lumayan juga gantengnya. Aku bisa melihatnya dari foto yang kutemukan. Aku bahkan pernah menyimpanya beberapa untuk kenangan, mudah-mudahan tak hilang jadi bisa kutunjukkan kepada siapa saja yang bisa membaca tulisan di blog ini.
Begitulah ayahku, dengan sifat lembut dan low profilnya, ayahku dikenal arif oleh adik dan kakaknya, dan selalu jadi tumpuan jika terjadi apa-apa. Beliau juga bisa keras, tapi menurutku lebih tepat tegas, meskipun karena beberapa pertimbangan masih juga suka melunak, misalnya ketika meminta aku untuk selalu menghabiskan maghrib dengan mengaji dan shalat bersama yang kemudian menjadi contekan aku ketika kemudian aku juga punya keluarga sendiri.
Hanya sayangnya ada kisah yang masih belum bisa kupahami dengan jelas berkaitan dengan kisah ibuku, yang menurutku menjadi orang yang terlalu banyak berkorban hati untuk menyayangi kami dengan cara yang tak seperti layaknya ibu biasa, yang bisa ketemu dan berbagi cerita dan langsung bermanja-manja dengan putranya. Tapi sudahlah barangkali memang ada garis yang sudah ditakdirkan menjadi cerita dikehidupan keluargaku.
Seberapa pun kekecewaan yang muncul kemudian berusaha aku tepis, dengan tetap menghormati ayahku, semata-mata karena sayangku yang luar biasa terhadap ibuku sebagai sosok luar biasa yang selalu kukagumi dan kurindukan wajahnya, yang juga sangat menghormati ayahku yang juga suaminya di suatu ketika.
My father
by hans@acehdigest
My father was born in a small village on the outskirts of the river in the hamlet Gandrung Mangu. His childhood is spent in the beautiful village itself, but rather in many places overseas, Lampung had also become a haven. Because his favorite wander I do not know whether my father later including type of people "home sick", just like me.
My father as well as my grandfather was a smart person in the village, became tengku for village children to learn the Qur'an.
His house is a small boarding school, where children from all over the village to learn the
Place and the environment as my father was born, so then my father's grandfather inherited a lot of intelligence, including the matter of chanting and drawing. Because my grandfather was a painstaking and clerics who are also skilled at repairing the one that is also needed in the drawing. My father later also known as skilled drawing vigyet, minimalist image with a light line to draw the various shapes that also admire his skills.
The village is located not far from the railway station Gandrung Mangu. If we go down at the station, we need a way out of the platform, take the right path straight about 200 meters, then turn directions to the left and walk back about 50 meters and came in front of a house with a courtyard area of nearly 1000 square meters with a traditional house in the middle. The house was spacious courtyard with some trees karsen at the edges and two windowed on the right and left with bars of wood. On the front there is a terrace which is made from an elevated ground in the webbing bamboo. Floor resistant houses are still made from the ground without any coating, so it feels damp when it rains but not hot when dry. While the children learn the
The house since I was a kid there, already filled with citrus and karsen are always heavy with fruit that never stops there are also some trees bear strange fruit red sweet and sour rather that I forgot its name, the fruit hang in the branches of a large, looming high so that only the children who are familiar with the tall trees that can pick it up.
Back to the matter of my father, I've found a unique photo of my father who was styled a la Elvis and Jhon Travolta or maybe the beatless, with a raised collar and strokes a towering crest, fairly well tiled. I can see from the photos I found. I even had keep it some for memories, hopefully not missing so I can show to anyone who could read the writing on this blog.
That's my father, with a gentle nature and low profile, my father wisely recognized by the brother and sister, and always be the foundation if anything happens. He also can be hard, but I think it is more appropriate assertive, though because of some consideration was also likes softened, for example, when asking me to always spend the sunset with chanting and prayers with which later became cheat me when later I also got his own family.
Unfortunately there is only a story that still can not understand clearly related to the story of my mother, which I thought was a person too much to sacrifice for the love our hearts in a way that is not like a normal mother, who could meet and share stories and direct cuddle with her son . But never mind perhaps there is a line that was destined to be a story of family life squad.
Whatever the disappointments that came later sought me shove, in respect for my father, solely because of its extraordinary love my mother as a remarkable figure who has always admired and missed her face, which also have great respect for my father who is also her husband at one time.