Aku menyebutnya begitu, karena ketika aku kemudian menyadari, memang itulah kelas terakhirku di SD Kebumen. Ketika itu aku duduk di kelas dua. Aku, meski tak lincah tapi sedikit pemberani, berbeda dengan ketika aku di TK dulu, pendiam, mungkin juga manja dan pengecut barangkali?.
Aku punya banyak teman, beberapa teman akrabku perempuan, karena mereka tetanggaku juga. Sebagai anak tertua di rumah, ibuku sangat membanggakanku, terutama karena catatan pelajaran sekolahku terkenal unik dan rapi. Bagiku gambar ilustrasi dalam buku pelajaran, penting karena bisa membuat catatan pelajaranku menjadi lebih menarik bahkan seperti komik. Disamping aku memang langganan juara kelas, terutama karena hobiku menghafal banyak hal tentang pengetahuan umum yang selalu menantang memoriku.
Aku ingat ibuku paling senang dengan buku IPA-ku yang berwarna orange, dan biologi yang berwarna merah, dengan isi pelajaran yang detail dilengkapi gambar. Hampir setiap ada kesempatan selalu saja ditunjukkannya bukuku kepada orang-orang yang datang kerumah untuk sekedar main, atau bahkan membawa buku itu ketetangga dan menceritakan "kehebatan" buku pelajaranku itu. Begitulah ibuku, sekecil apapun yang dilakukan anak-anaknya selalu membuatnya bangga, itu pula yang selalu menyemangati aku untuk selalu juara di kelas, tak pernah mau kalah terutama dengan teman-teman perempuan yang dikelas lain menjadi langganan juara.
Tentang kisahku tadi, aku ingat ketika itu bulan Agustus 1978, aku sedang menonton karnaval tujuh belas agustusan di jalan dekat kali kecil, di pinggir jalan yang berbatas dengan Jalan Pahlawan. Tiba-tiba ayahku datang dan mengajakku untuk kembali kesekolah. Aku masuk dalam kelas, kelasku berada di sayap kiri dari bangunan tua gedung sekolah, yang ditengahnya difungsikan sebagai kantor kepala sekolah. Sementara ayahku masuk ke dalam ruang kepala sekolah setelah berbasa-basi, kemudian aku juga dipanggil masuk, mereka menyalamiku, aneh tapi aku tak berpikir panjang. Kemudian aku diminta berdiri di depan kelas, dengan malu-malu aku harus menyampaikan sesuatu. Aku tak ingat, apakah sekedar mengucapkan terima kasih atas semua pertemanan dan persahabatan dengan teman-teman semua ataukah aku juga menyampaikan hal lain, permintaan maaf untuk semua kesalahanku barangkali. Karena yang pasti aku juga malu kalau harus berbicara panjang dan terlalu lama di depan kelas tanpa alasan yang jelas, menurutku begitu. Karena ayahku tak menjelaskan apa sebenarnya yang sedang terjadi. dan karena sebenarnya itulah kesempatanku terakhir untuk berbicara di depan teman-temanku.
Semuanya terjadi begitu cepat, bahkan aku harus terburu-buru untuk memasukkan semua buku-bukuku ke dalam tas, hampir serabutan sepertinya kami sedang diburu waktu. Kemudian aku bersalam-salaman dan diberi sedikit pelukan oleh beberapa guru yang juga terlihat menangis, aku selalu berusaha mengelak dan tertawa setiap kali guru-guru itu memelukku, malu dilihat teman-teman, terutama Eni, Mira, Khusnul, yang tak pernah berhenti menggangguku. Aku kemudian pulang dengan masih tertawa-tawa, diiringi lambaian tangan teman-teman dan tangisan, aneh?. Begitu sampai dirumah aku justru disibukkan dengan buku-buku yang dibawa ayahku dari jogja barangkali, sementara aku lihat orang-orang sibuk, berkerumun berbicara, mengobrol, berjabat tangan. Kemudian aku tak ingat lagi, karena yang kuingat hanyalah kemudian aku naik keatas dokar, dan semua orang mengiringi kami berjalan di atas trotoar, dan tinggallah ibuku yang terakhir masih berlari di belakang dokar hingga ke rumah pojok kami yang penuh kenangan itu, dan berhenti di pojok jalan itu sambil menangis menutup mukanya dengan tangan. Kemudian aku tak ingat apa-apa, tapi jika aku membayangkan kisah itu, aku bisa merasakan bagaimana hati ibuku hari itu, malamnya di hari-hari pertama tak ada aku dan barangkali keluguanku yang tertawa-tawa ketika naik dokar, bisa jadi diterjemahkan sebagai ketidak pedulianku pada kesedihan ibuku, padahal aku ketika itu masih anak-anak dan tak perlu berpikir begitu merasa bersalah.
Dokar melaju meninggalkan simpang tiga, melewati jalan kusuma, simpang kolopaking, bundaran lawet di depan bioskop dan kedai penjual ketan hitam dan berbelok kearah utara, melewati toko Gombong menuju terminal bus kebumen. Semuanya kemudian hilang, dan jauh, ibuku, adik-adikku yang waktu itu tak kutahu nasibnya tapi aku ingat kutinggalkan semua buku-buku cerita yang dibeli ayahku ketika itu untuk mereka berdua, aku kemudian juga tak pernah melihat lagi sekolahku, teman-temanku dan kenangan stamplat colt, kedai ban kakek, toko Haji rohmat dan kue salome, kue kecil berwarna kuning berbentuk bintang kesukaanku yang kubeli dari sisa uang jajanku di toko disamping rumah.
Saat itu adalah saat yang seharusnya paling menyedihkan dan menyesakkan hati dalam hidupku, tapi aku tak bisa merasakan apa-apa dengan bahasa anak-anakku, kecuali kenangan lambaian tangan ibuku, yang ketika kemudian aku bisa mengingatnya, aku selalu meminta kepada siapapun dirumah baruku untuk kembali mempertemukan aku dengan ibuku, karena kerinduan yang terlalu lama aku pendam. Tapi semua tak pernah terjadi, hingga semakin lama, aku semakin tak menyadari bagaimana ibuku, barulah setelah surat-surat putih bergaris biru rutin menanyakan kabarku, aku kembali menyadari betapa sesungguhnya aku sangat merindukan ibuku.
The Last Class
by hans@acehdigest
I call it, because when I later realized, that's my final grade in elementary Kebumen. When I was in second grade. I, though not lively but slightly daring, different from when I was in kindergarten, quiet, perhaps too spoiled and cowardly perhaps?.
I have many friends, some of my close personal friend of women, because they are neighbors too. As the oldest child at home, my mother is very proud of, especially since the record unique renowned school lessons and tidy. To me the picture illustration in textbooks, it is important because it can make my lessons more interesting records even like comics. Besides, I was subscribed champion class, mainly because my hobby to memorize a lot about general knowledge that is always challenging my memory.
I remember my mother's most pleased with my science books are colored orange, and biology of the red, with the content of the lessons that detail completed the picture. Almost every chance always showed my book to people who come home to just play, or even bring the book and tell to her neigbor "greatness" that my instruction book. That's my mother, who carried out any small children always make her proud, that is what is always encouraging me to always champion in the class, never to be outdone, especially with friends the other class of women who became champion subscription.
About my story earlier, I remember when it was August 1978, I was watching the carnival Agustusan seventeen times on the road near a small, roadside bounded by Street Hero. Suddenly my father came and asked me to go back to school. I entered the classroom, my class was in the left wing of the old building school buildings, which functioned as a middle school principal's office. While my dad went to the principal's office after making small talk, then I also called in, they greeted me, weird but I do not think long. Then I was asked to stand in front of the class, sheepishly I must convey something. I do not remember, whether just to thank you for all the friendship and camaraderie with friends or do I also convey all the other things, an apology to all my fault, perhaps. Because for sure I also embarrassed when I have to talk long and too long in front of the class for no apparent reason, I think so. Because my father did not explain what exactly is going on. and because in fact that's the last chance to speak in front of my friends.
Everything happened so fast, even I have to rush to put all my books into the bag, almost casual like we're pressed for time. Then I greet and given a little hug by some teachers who were also seen crying, I'm always trying to dodge and laugh every time my teachers hugged me, embarrassed seen my friends, especially Eni, Mira, Khusnul, who never stopped bothering me. I then went home still laughing, accompanied by a wave of her hand and weeping friends, weird?. Once at home I'm just busy with the books that brought my father from Jogja perhaps, while I see busy people, gathered to talk, shake hands. Then I can not remember anymore, because I remembered it just then I climbed up gig, and all the people accompanying us walking on the sidewalk, and my mother lived the last one still running in the back of the buggy down to the corner of our house full of memories, and stop at the corner the street, crying with her hands to cover her face. Then I do not remember anything, but if I imagine the story, I could feel how my mother's heart that day, evening in the first days I was there and probably laughing my innocence when it rose, it could be interpreted as a lack my care on my mother's grief, and I did when it was still a child and not have to think so feel guilty.
Gig drove away from the intersection of three, passed kusuma roads, intersections Kolopaking, lawet roundabout in front of the cinema and shops selling black sticky rice and turn towards the north, past the shops towards the bus terminal Gombong Kebumen. Everything is then lost, and far away, my mother, my brothers who did not know his fate at that time but I remember I left all the story books that my father bought when it was for them both, I then also never see again my school, my friends and memories stamplat colt, tire shops grandfather, Haji Rohmat and pastry Salome, a small pie-shaped star colored yellow I bought my favorite pastry from the rest of my allowance at the shop beside the house.
When it is time that should be most miserable and suffocating the heart of my life, but I can not feel anything with the language of my children, except my mother's memories of waving hands, that when later I can remember, I always ask anyone to return my new home bring me to my mother, because I'm longing too long buried. But it all never happened, until the longer, the more I did not realize how my mother, then after the letters blue and white striped routinely ask me how, I again realized how much I really miss my mom.
Label
10 tahun tsunami.
(1)
2013
(1)
acehku
(1)
Adikku.
(1)
Aku
(5)
Among-among
(1)
Anak-anak
(1)
Anak-Anak Dikutuk
(1)
Angka ajaib
(1)
aqiqahku
(1)
Ayahku
(1)
babak baru
(1)
bakso
(1)
Barzanji
(1)
batu cincin
(1)
belimbing
(1)
Belut Loch Ness
(1)
Belut Sawah; Mancing Belut
(1)
Bibiku
(2)
bioskop misbar
(1)
birtdhday party
(1)
bisnis keluarga
(1)
busur dan panah
(1)
cafe
(1)
capung
(1)
Celengan bambu
(1)
China's Neighbords
(1)
Cibugel 1979
(1)
Cibugel Sumedang
(2)
cinta bunda
(1)
coffee
(1)
cracker
(1)
Curek; Inflammation
(1)
Dapur nenek
(1)
dejavu
(1)
Dian Kurung
(1)
distant relatives
(1)
Dremolem Or Dream Of Land
(1)
es dogger
(1)
es goyang
(1)
es serut
(1)
Fried Sticky Rice
(1)
Gadis Kecil
(1)
gambar desain
(1)
gambarku
(1)
Gandrung Mangu
(2)
golek;nugget cassava
(1)
harmonika kecilku
(1)
Ibuku
(11)
Ibuku Atau Kakakku?
(1)
Ikan
(2)
ikan dan ular
(1)
iseng
(1)
jalan kolopaking
(2)
Jalan Kusuma
(2)
jangkrik Jaribang Jaliteng
(1)
Jenang Candil
(1)
jogging
(1)
Juadah
(1)
Juz Amma
(1)
kakek dan nenek
(3)
kakekku
(3)
kecelakaan fatal
(2)
kelahiranku
(1)
Kelas Terakhir; the last class
(1)
Kembang api
(1)
kenangan
(1)
Kerupuk Legendar
(1)
kilang padi
(1)
Klapertart Cake
(1)
kolam ikan masjid
(1)
koleksi stiker
(1)
koleksi unik
(1)
koplak dokar dan colt
(1)
kota kecil dan rumahku
(1)
Kue tape
(1)
Kutawinangun
(1)
Lanting
(1)
Lebaran
(1)
little cards
(1)
Loteng rumah
(1)
lotere
(1)
lottery
(1)
mainan anak-umbul
(1)
makan
(1)
makkah
(1)
Malam Jum'at
(1)
Mancing Belut
(1)
masa kecil
(11)
masa kecil.
(1)
masa lalu
(3)
masjid kolopaking
(1)
meatballs
(1)
Mengaji
(1)
menu berbuka
(1)
Mercon
(1)
Minum Dawet
(1)
morning walk
(1)
my
(1)
my birth
(2)
my first notes
(6)
my mom
(4)
my note
(27)
Nama ibuku
(1)
Nenek Sumedang
(1)
new round
(1)
new year
(2)
others notes
(1)
ours home
(1)
padi sawah wetan
(2)
pande besi
(1)
Papan Tulis
(1)
Pasar dan Ibuku
(1)
Penculik dan Bruk
(1)
Pencuri
(1)
Perayaan
(1)
Perjalanan 25 Tahun Bag. Pertama
(1)
personal
(1)
Puasa
(3)
radio transistor
(1)
ramadhan
(1)
Roti dan Meriam Kauman
(1)
Rumah Ban
(1)
Rumah Kakek dan Nenek
(5)
rumah karang sari
(1)
rumah kecil di pojok jalan
(4)
rumah kelinci
(1)
rumah kutawinangun
(1)
Rumah Pojok
(1)
rumahku
(1)
Sarapan Apa Sahur?
(1)
saudara jauh
(1)
sawah utara
(1)
sawah wetan
(2)
SD Kebumen
(1)
Sepeda dan Meteor
(1)
shake es
(1)
shalat jamaah
(1)
sintren
(1)
special note
(1)
Starfruit for Mom
(1)
Stasiun Kereta Api
(2)
Sumedang 1979
(1)
Sungai Lukulo.
(1)
tahun awal
(17)
tahun baru
(1)
Taman Kanak-kanak
(1)
Tampomas I
(1)
tanteku
(2)
Tetangga Cina
(1)
The magic Number
(1)
tradisional
(1)
tsunami 2014
(1)
Ulang tahun
(1)
Visionary grandpa
(1)
Wayang Titi
(1)