sedangkan di deretan nomor 31 adalah rumah kakekku, besar tapi bersahaja, karena dipenuhi dengan barang dagangan yang teronggok begitu saja di halaman depannya. Tak ada taman sama sekali, bahkan di kemudian hari nenekku malah menambahnya dengan sebuah warung nasi ala warung tegal.
Sebagian besar bangunan itu terdiri dari bilah papan yang dipaku menjadi gudang, dengan pintu bukaan juga menggunakan bahan karet dan engsel besar. Sedangkan bagian lainnya berisi bilah papan yang bisa dibongkar pasang., dengan sebagiannya lagi dibiarkan ditempatnya tertutup, untuk menghalangi orang dari arah luar ke deretan lemari pajang yang dipenuhi perabot dan alat dari karet bekas.
Dan disisi paling kiri dibuat persis warung dengan bagian tengah memiliki bukaan papan yang dibuka sebagian lalu dijarangkan sehingga menjadi mirip terali papan, sedangkan di kanan kirinya terdapat pintu yang terbuka.
Bagian dalamnya terdiri dari deretan bangku panjang, dengan meja makan yang menjadi satu dengan meja pajangan keripik, telur asin, makanan sejenis kerupuk. dan sebuah kaleng persegi dengan tutup berbahan baku kaleng berisi kerupuk udang terkadang legendar, sejenis kerupuk dari bahan tepung dengan campuran ragi yang membuatnya agak terasa pahit di lidah.
Hampir seluruh ruangan dipenuhi meja dan kursi hampir melingkar memenuhi seluruh sudut, kecuali disudut selatan yang berisi kursi bambu sejenis "amben" dengan pegangan tangan di setiap pinggirnya. Setiap pengunjung yang masuk harus melangkah ke dalam bagian dalam kursi untuk dapat memilih tempat di tengah, kemudian akan memilih panganan ringan, juadah dan lainnya sebelum diantar teh manis dan nasi dengan sayur tumis kacang atau labu jepang.
Bagian paling belakang dari warung terdapat lemari, untuk pembatas ruang dan di depannya di letakkan bakul nasi dibuat dari anyaman bambu, yang selalu ditutup dengan kain kotak untuk menjaga tetap hangat dan terutama dari debu yang bisa terbang dari jalanan besar di depan rumah. sedangkan sayuran tumis diletakkan nenek di bagian belakang dari meja pengunjung.
Meja kasir juga terdapat di bagaian belakang meja dekat tempat saji sayur tumis, berupa laci kayu.
Bagian belakang warung langsung tembus ke ruang samping rumah, berbatas dengan ruang kerja karyawan barang olah bekas karet. Di ruangan itu terdapat meja dan kursi terbuat dari karet, tempat tukang beristirahat sambil makan siang. terkadang menjadi tempat kami bermain, atau kakek bermain gaple dengan teman sebayanya di hari minggu .
Bagian belakang itu memiliki batas genteng yang tidak penuh hingga ke rumah belakang, sehingga di hari hujan ketika kita hendak masuk ke bagian tengah rumah harus berbasah-basah terguyur hujan, kakek tak pernah berinisiatif untuk membuat sekedar penutup rumah. Disiang hari terik matahari langsung masuk kedalam beranda rumah dan dimalam hari dingin malam terasa langsung menembus kulit. Namun begitulah uniknya rumah kakeh. Sebagian beratap beton, sebagian lainnya beratap langit. Mirip rumah jepang yang asri.
The Big House Kusuma 31
by hans-acehdigest
"The main road is right in front of the house, stretching all the way to Karang Sari in the north and ending in a roundabout with a large cave statue and several swifts flying around it in the east. Beneath it is a garden with colorful decorative lights illuminating the monument. Beautiful! although simple. The road is lined with shops on both sides.
Number 31 is my grandfather's house, big but unpretentious, as it is filled with merchandise piled up haphazardly in the front yard. There is no garden at all, and later on my grandmother even added a small warung (Indonesian-style food stall) like those in Tegal.
Most of the building consists of wooden planks nailed together to form a warehouse, with doors made of rubber and large hinges. The other part consists of wooden planks that can be disassembled, with some left in place and closed to block people from the outside from seeing the display cases filled with old rubber furniture and tools.
And on the far left, it is made exactly like a warung with a central section that has a wooden plank opening that is partially opened and spaced out to resemble a wooden lattice, while on the left and right sides there are open doors.
The inside consists of long benches, with a dining table that is combined with a display table for chips, salted eggs, cracker-like foods, and a square tin with a tin lid containing legendary shrimp crackers, a type of cracker made from flour with yeast that gives it a slightly bitter taste.
Almost the entire room is filled with tables and chairs that are almost circularly arranged in every corner, except in the southern corner where there is a bamboo chair like an "amben" with handrails on each side. Every visitor who enters must step into the inner part of the chair to choose a seat in the middle, then they will choose snacks, side dishes, and others before being served sweet tea and rice with stir-fried vegetables or winter melon.
At the back of the warung, there is a cupboard, to separate the room, and in front of it there is a rice basket made of woven bamboo, which is always covered with a checkered cloth to keep it warm and especially from dust that can fly from the main road in front of the house. While the stir-fried vegetables are placed by my grandmother at the back of the visitor's table.
The cash register is also located at the back of the table near the vegetable serving area, in the form of a wooden drawer.
The back of the warung leads directly to the side room of the house, bordering the workspace of the used rubber goods employees. In that room, there is a table and chairs made of rubber, where the workers take a break to eat lunch. Sometimes it becomes our playground, or my grandfather plays gaple (a card game) with his peers on Sundays.
The back part has a roof that does not extend all the way to the back house, so on rainy days when we want to enter the middle part of the house we have to get wet in the rain, my grandfather never took the initiative to make even a simple cover for the house. In the hot sun, the sunlight directly enters the porch of the house and at night the cold night feels like it penetrates the skin. But that's the unique thing about my grandfather's house. Part of it has a concrete roof, the other part has a sky roof. It's like a Japanese house, which is so serene."